Sabtu, 12 Mei 2012

Kejahatan Dunia Maya

Kejahatan dunia maya (Inggris: cybercrime) adalah istilah yang mengacu kepada aktivitas kejahatan dengan komputer atau jaringan komputer menjadi alat, sasaran atau tempat terjadinya kejahatan. Termasuk ke dalam kejahatan dunia maya antara lain adalah penipuan lelang secara online, pemalsuan cek, penipuan kartu kredit/carding, confidence fraud, penipuan identitas, pornografi anak, dll.

Walaupun kejahatan dunia maya atau cybercrime umumnya mengacu kepada aktivitas kejahatan dengan komputer atau jaringan komputer sebagai unsur utamanya, istilah ini juga digunakan untuk kegiatan kejahatan tradisional di mana komputer atau jaringan komputer digunakan untuk mempermudah atau memungkinkan kejahatan itu terjadi.

Contoh kejahatan dunia maya di mana komputer sebagai alat adalah spamming dan kejahatan terhadap hak cipta dan kekayaan intelektual. Contoh kejahatan dunia maya di mana komputer sebagai sasarannya adalah akses ilegal (mengelabui kontrol akses), malware dan serangan DoS. Contoh kejahatan dunia maya di mana komputer sebagai tempatnya adalah penipuan identitas. Sedangkan contoh kejahatan tradisional dengan komputer sebagai alatnya adalah pornografi anak dan judi online. Beberapa situs-situs penipuan berkedok judi online seperti www.fastbet99.com dan salah satu grupnya www.agent1388bet.com termasuk dalam sebuah situs yang merupakan situs kejahatan di dunia maya yang berhasil dibongkar Aparat Subdit Tahbang/Resmob Ditreskrimum Polda Metro Jaya 

Cybercrime pada dasarnya mengacu pada hal-hal yang berkaitan dengan tindak kejahatan yang dilakukan melalui eksploitasi celah keamaanan dari sebuah teknologi yang digunakan dalam sebuah sistem. Sedangkan dalam wikipedia disebutkan bahwa cybercrime adalah istilah yang mengacu kepada aktifitas kejahatan dengan komputer atau jaringan komputer menjadi alat, sasaran atau tempat terjadinya kejahatan. Terjadinya cybercrime termasuk ke dalam kejahatan dunia maya antara lain adalah penipuan lelang secara online, pemalsuan cek, penipuan kartu kredit, confidence fraud, penipuan identitas, pornografi, dan lain-lain. Cybercrime berasal dari kata cyber yaitu berarti dunia maya dan crime yang berarti kejahatan, kesalahan, salah. Secara harafiah cybercrime dapat diartika sebagai kejahatan dunia maya.

Teknologi berkembang dengan adanya jaringan komputer global (internet) yang melahirkan dunia baru yang disebut cyberspace, sebuah dunia baru dalam komunikasi berbasis komputer yang menawarkan realitas virtual. Dalam novel William Gibson yang berjudul Neuromancer pada tahun 1984 pertama kali dikenal istilah cyberspace. Istilah cyberspace tersebut menjelaskan dunia yang terhubung langsung (online) ke internet oleh Jhon Perry Barlow pada tahun 1990. Jika ditelaah dari kata asalnya (etimologis), cyberspace merupakan suatu istilah baru yang berarti internet yang dianggap sebagai sebuah daerah imajiner/khayal tanpa batas dimana akan bertemu dengan orang lain dan menemukan informasi tentang banyak hal. Cyberspace juga dapat diartikan sebagai sebuah elektronik yang menjadi perantara jaringan komputer dimana komunikasi online dilakukan. Berdasarkan pengertian diatas bahwa makna yang terkandung dari cyberspace tidak terbatas pada dunia yang tercipta ketika terjadi hubungan melalui internet.

Selain menghasilkan berbagai hal positif teknologi komputer ternyata juga menghasilkan berbagai bentuk kejahatan komputer di lingkungan cyberspace. Hal negatif dari teknologi tersebut kemudian melahirkan cybercrime. Computer crime meski berbeda dari cybercrime tetapi keduanya memiliki hubungan yang erat. Kejahatan komputer dapat diakibatkan oleh berbagai macam kejahatan dalam bentuk penyerangan, aktifitas, atau isu. Hal itu diketahui sebagai sebuah kelompok kejahatan yang memakai komputer sebagai alat dan melibatkan hubungan secara langsung antara penjahatnya dan komputer. Tidak ada jaringan internet yang dilibatkan, atau hanya terbatas jaringan yang disebut Local Area Network (LAN) atau jaringan daerah lokal.

Kejahatan dan dunia maya memiliki hubungan melalui internet online yang berarti kejahatan dapat juga dilakukan dinegara lain. Karena jaringan dari internet yang global dan juga berdampak pada hukum di berbagai negara didunia. Cybercrime mayoritasnya dilakukan oleh cracker. Robert H’obbes’Zakon, seorang internet Evangelist membuat catatan bahwa hacking yang dilakukan oleh cracker pertama kali terjadi pada tanggal 12 Juni 1995 terhadap The Spot dan tanggal 12 Agustus 1995 terhadap Crackers Move Page. Dari catatan tersebut diketahui bahwa situs pemerintah Indonesia pertama kali mengalami serangan cracker pada tahun 1997 sebanyak 5 (lima) kali.

Kegiatan hacking atau cracking adalah bentuk cybercrime yang akhirnya melahirkan paradigma pemakai jasa internet bahwa cybercrime adalah perbuatan yang merugikan bahkan amoral. Karena kerugian yang telah didapatkan maka korban hacker menganggap cracker adalah penjahat.

Kebijakan Kriminal Cyber Crime

Kebijakan Kriminal Cyber Crime
1.  Landasan Pemahaman Tentang Kebijakan Kriminal

Tekno-informasi berkembang dengan pesat menyebabkan banyak perubahan pada aspek sosial masyarakat baik ekonomi bisnis, sosial politik,sistem komunikasi dan interaksi, pendidikan, termasuk juga hukum. Perubhan yang dihasilkan Tekno-informasi ini ternyata tidak hanya bersifat positif konstruktif tetapi juga negatif destruktif yaitu munculnya kejahatan bersaranakan teknologi tinggi (Hitech Crime) khususnya teknologi informasi (CyberCrime). Hukum sebagai sarana pengaman masyarakat harus setanggap mungkinmengantisipasi, beradaptasi dengan cara melakukan  pembaharuan menyeluruhmulai aspek subtansi, kultur maupun aparatur peneggak hukum.
  1. Kebijakan kriminal memegang peran sentral dalam proses pembaharuan ini.
Terminologi kebijakan diambil dari istilah asing yaitu bahasa Inggris″policy″ dan Bahasa belanda ″Politiek″.  Sudarto34 mengemukaan tiga arti mengenai kebijakan kriminal, yaitu: dalam arti sempit, ialah keseluruhan asas dan metode yang menjadi dasar dari reaksi terhadap pelanggaran hukum yang berupa  pidana; dalam arti luas, ialah keseluruhan fungsi dari aparatur penegak hukum,termsuk didalamnya cara kerja dari pengadilan dan polisi; dalam arti paling luas, ialah keseluruhan kebijakan yantg dilakukan
melalui perundang-undangan dan badan-badan resmi , yang bertujuan untuk menegakkan norma-norma sentral dari masyarakat.

Penanggulangan kejahatan sekaligus bagian integral dari upaya perlindungan masyarakat (social defence) untuk dapat mencapai tujuan sosial yaitu kesejahteraan sosial (social welfare). Pada uraian tersebut tampak bahwa ada keterpaduan (integritas) antara politik kriminal dan politik sosial, penanggulangan kejahatan dengan penal dan non penal.3Keterpaduan ini dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitaspenanggulangan kejahatan, artinya optimalisasi hukum pidana saja tanpa dibarengi upaya –upaya sosial lainnya yang sebenarnya sumber kriminogen akan sangat sulit.

Kebijakan kriminal pada hakikatnya tidak hanya ditujukan kepada rakyat, masyarakat tetapi juga pemerintah/penguasa karena potensi pelanggaran tidak hanya didominasi oleh rakyat tetapi juga pihak penguasa. Pembatas dan pengawasan atau pengendaliankekuasaan negara merupakan dimensi yuridis yang sesunguhnya dari hukum pidana. Tugas yuridis hukum pidana bukan ″mengatur rakyat″ tetapi sebaliknya ″mengatur penguasa″


Kebijakan hukum pidana subtansinya adalah pembatasan (limitation) kekuasaan baik yang dimiliki rakyat maupun kekuasaan/penguasa penegak hukum untuk berjalan dan berfungsi sebagaimana mestinya. Secara lebih detail kebijakan hukum pidana meyangkut ruang lingkup, serangkaian proses mulai dari kongkretisasi, aplikasi, fungsionalisasi dengan tahap sebagai berikut :
1. kebijakan formulasi/legislatif yaitu tahap perumusan, penyusunan hukum pidana
2. kebijakan aplikatif/yudikatif yaitu tahap penerapan hukum pidana
3. kebijakan administratif/eksekutif yaitu tahap pelaksanaan hukum pidana.

Tiga rangkaian proses tersebut melibatkan secara aktif tiga cabang kekuasan negara yaitu eksekutif, legislatif dan yudikatif. Proses formulatif sebenarnya adalah kunci dari sekian proses kebijakan kriminal karena dalam tahap ini berbagai aspirasi, tuntutan, harapan bahkan nilai-nilai keadilan masyarakat di absorbsi. Kendatipun demikian persoalan kebijakan kriminal bukan semata-mata monopoli legislatif yang bersifat normatif yuridis tetapi membutuhkan keterlibatan disiplin lain demi fungsionalisasi hasil kebijakan kriminal “hukum pidana” dalam masyarakat.

Fungsionalisasi hukum pidana dapat diartikan sebagai upaya untuk membuat hukum pidana itu dapat berfungsi, beroperasi, atau bekerja dan terwujud secara konkrit. Istilah fungsionalisasi hukum pidana dapat
diidentikkan dengan istilah operasionalisasi atau konkritisasi hukum pidana yang pada hakikatnya sama dengan penegakan hukum pidana.

Fungsionalis.asi hukum pidana berarti membahas masalah bekerjanya dan berfungsinya hukum pidana melalui tahapan/proses: 
(1) formulasi
(2) aplikasi/judisial
(3) eksekusi sebagai sarana penal kebijakan hukum pidana. 

Kebijakan hukum pidana terkait erat dengan pengertiankebijakan/politik hukum, yakni usaha untuk mewujudkan yang baik sesuai dengan keadaan dan situasi pada suatu saat,melalui badan-badan yang berwenang untuk menetapkan peraturan peraturan yang dikehendaki, dan diperkirakan bisa digunakan untuk
mengekspresikan apa yang terkandung dalam masyarakat untuk mencapai
yang dicita-citakan.

Melaksanakan kebijakan hukum pidana berarti mengadakan pemilihan ketentuan perundang-undangan pidana yang paling baik dalam arti memenuhi rasa keadilan dan berdaya guna, sebagai upaya penanggulangan kejahatan dengan memakai tindakan-tindakan sesuai prosedur hukum
pidana. Kebijakan kriminal bukan satu-satunya pilihan untuk menanggulangi kejahatan dalam masyarakat, melainkan hanya salah satu bagian saja untuk mendukung suksesnya pencapain tujuan sosial yang lebih besar. Penanggulangan kejahatan secara umum dapat ditempuh melalui dua
pendekatan yaitu penal dan non penal. Keduanya dalam fungsinya harus berjalan beriringan secara sinergis, saling melengkapi. G P. Hoefnagels40menguraikan beberapa upaya penanggulangan kejahatan , yaitu;
         1. penerapan hukum pidana (criminal law application);
         2. pencegahan tanpa pidana (prevention without punishment);
         3. mempengaruhi pendangan masyarakat tentang kejahatan dan pemidanaan melalui media masa  
            ( influencing views of society on crime and punishment/mass media)
Upaya pertama adalah pengunaan hukum pidana untuk penanggulangan kejahatan, yang kedua dan ketiga adalah upaya non penal. Pemanfaatan sarana penal untuk menagulangi
kejahatan harus betul-betul di pertimbangkan. Suatu upaya kriminalisiasi terhadap tindak pidana mayantara perlu memperhatikan hal-hal fundamental sebagai berikut: 
a. Tujuan pembangunan nasional, yaitu mewujudkan masyarakat adil makmur secara material
    dan spiritual berdasarkan Pancasila; sehubungan dengan ini maka penggunaan hukum
    pidana bertujuan untuk menanggulangi kejahatan dan mengadakan penganugerahan
    terhadap tindakan penanggulangan itu sendiri, demi kesejahteraan dan pengayoman
    masyarakat.
b. Perbuatan yang diusahakan untuk dicegah atau ditanggulangi dengan hukum pidana harus
    merupakan perbuatan yang tidak dikehendaki, tidak disukai atau dibenci oleh warga
    masyarakat yaitu perbuatan yang merugikan atau dapat merugikan, mendatangkan korban
    atau dapat mendatangkan korban. Selain itu harus pula dipertimbangkan sejauh mana
    perbuatan tersebut bertentangan dengan nilai-nilai fundamental yang berlaku dalam
    masyarakat.
c. Perhitungan prinsip biaya dan hasil (cost benefit principle) dari penggunaan hukum pidana
    tersebut, yaitu apakah biaya mengkriminalisasi seimbang dengan hasilnya yang akan
    dicapai, artinya cost pembuatan undang-undang, pengawasan dan penegak hukum, serta
    beban yang dipikul oleh korban dan pelaku kejahatan itu sendiri harus seimbang dengan
    situasi tertib hukum yang akan dicapai.
d. Kapasitas atau kemampuan daya kerja dari badan-badan penegak hukum, yaitu jangan
    sampai ada kelampauan beban tugas dan keseimbangan sarana-sarana yang digunakan
    dalam hubungannya dengan hasil-hasil yang ingin dicapai. Selain kelima hal tersebut diatas
    perlu pula berpedoman pada 7 (tujuh) asas yang dikemukakan de Roos yaitu: 
a. Masuk akalnya kerugian yang digambarkan.
b. Adanya toleransi yang didasarkan pada kehormatan atas kebebasan dan tanggung jawab individu. 
c. Apakah kepentingan yang dilanggar masih dapat dilindungi dengan cara lain.
d. Ada keseimbangan antara kerugian, toleransi dan pidana yang diancamkan.
e. Apakah kita dapat merumuskan antara kerugian, toleransi dan pidana yang diancamkan
f.  Kemungkinan penegakan nya secara praktis dan efektif
   (serta dampaknya pada prevensi umum).
Al Wisnubroto mengatakan bahwa upaya kriminalisasi
terhadap tindak pidana mayantara minimal ada tiga hal yang harus
dipertimbangkan yaitu;
a. Hendaknya dipilih perbuatan-perbuatan yang benar-benar
merugikan dan dapat menimbulkan akses serius (prinsip
selektif dan limitatif) agar pengaturan perbuatan yang
dikategorikan sebagai tindak pidana mayantara tidak
bersifat over criminalization sehingga justru akan
berdampak counter productive bagi pengembangan
teknologi komputer di bidang multimedia atau TI yang
sangat dibutuhkan oleh negara Indonesia dalam
menghadapi era globalisasi
42 Trisno Raharjo, Perbandingan Kebijakan Kriminalisasi Tindak Pidana Mayantara di Indonesi dan Belanda.
Dikutip dari http://www.yahoo.com, pada tanggal 10 Januari 2007.
43 Al Wisnubroto, 2000, Cybercrime Permasalahan dan Penanggulangan dari Aspek Hukum Pidana, Diskusi Bagian
Kepidanaan FH UMY, 6 Juli 2000.
li
b. Hendaknya dipertimbangkan apakah biaya yang harus
dikeluarkan untuk menyusun ketentuan yang mengatur
delik komputer yang dikategorikan sebagai tindak pidana
mayantara yang bersifat rumit dan kompleks, biaya untuk
mengawasi dan menegakkan ketentuan tersebut yang
memerlukan fasilitas atau sarana teknologi tinggi dan
beban yang harus dipikul korban akan berimbang dengan
hasil yaitu situasi tertib hukum di dunia mayantara (cost
and benefit principle)
c. Hendaknya dipertimbangkan kapasitas atau kemampuan
daya kerja dari badan-badan penegak hukum di Indonesia
yang nantinya akan dibebani tugas untuk menegakkan
ketentuan yang mengatur delik komputer yang
dikategorikan sebagai tindak pidana mayantara, sehingga
tidak terjadi beban tugas yang bersifat overbelasting
sehingga banyak peraturan yang dibuat ternyata dalam
prakteknya di lapangan tidak dapat ditegakkan.
Di samping Masalah kriminalisasi, masalah lain yang perlu
dipertimbangkan juga adalah alternatif pengaturan. Barda Nawawi
Arief menguraikan beberapa alternatif pengaturan sebagai berikut:44
a. Diatur dalam undang-undang khusus tentang penyalahgunaan
komputer
b. Diintegrasikan ke dalam kodifikasi (KUHP) dengan cara
menambah, menyisipi atau merubah/memperbaruhi pasal-pasal
dalam KUHP.
c. Diatur dalam kodifikasi (KUHP) maupun dalam undangundang
khusus
Marjono Reksodiputro44 menjelaskan suatu pengaturan secara khusus
diperlukan apabila tindak pidana mayantara dianggap sebagai kejahatan
kategori baru (new category of crime) yang membutuhkan suatu kerangka
hukum yang baru dan komprehensif untuk mengatasi sifat khusus
44 Barda Nawawi Arief, 2002, “Pengaturan Cyber Crime dengan Hukum Pidana: Beberapa Catatan Terhadap Ketentuan
Pidana dalam RUU Pemanfaatan Teknologi Informasi”, Seminar Nasional Cyber Law, Semarang, 13 April 2002
44 Marjono Reksodiputro, 2002, Cyber Crime: Intelectual Property Rights, E-Commerce, Penataran Nasional Hukum
Pidana dan Kriminologi Indonesia (ASPEHUPIKI) di FH Universitas Surabaya, 13-19 Januari 2002. Dalam Al
Wisnubroto
lii
teknologi yang sedang berkembang dan tantangan baru yang tidak ada pada
kejahatan biasa, dan karena itu perlu diatur secara tersendiri di luar KUHP.
Sedangkan apabila menganggap tindak pidana mayantara sebagai kejahatan
biasa (ordinary crime) yang dilakukan dengan komputer teknologi tinggi
(high-tech) dan KUHP dapat dipergunakan untuk menanggulanginya baik
melalui amandemen KUHP maupun perubahan KUHP secara menyeluruh.
Barda Nawawi Arief menegaskan kebijakan formulasi dapat ditempuh
melalui dua pendekatan, yaitu45;
a. menganggapnya sebagai kejahatan biasa (ordinary crime) yangdilakukan dengan komputer teknologi tinggi (high-tech) dan KUHP dapat dipergunakan untuk menanggulanginya (tentu dengan penambahan)
b. menganggapnya sebagai kejahatan kategori baru (new category of crime) yang membutuhkan suatu kerangka hukum yang baru dan komprehensif untuk mengatasi sifat khusus teknologi yang sedang
berkembang dan tantangan baru yang tidak ada pada kejahatan biasa, dan karena itu perlu diatur secara tersendiri di luar KUHP.
Ini karena hukum pidana sifatnya adalah Ultimum
Remedium. Syarat-syarat limitatif itu adalah :
1. Jangan menggunakan hukum pidana untuk membalas dendam sematamata,
2. Jangan menggunakan hukum pidana jika korbannya tidak jelas,
3. Jangan menggunakan hukum pidana jika ada cara-cara lain yang lebihefektif,
4. Jangan menggunakan hukum pidana jika kerugian pembiayaan akibat dari pemidanaan lebih besar daripada kerugian pembiayaan akibat tindakpidana itu sendiri.
5. Jangan menggunakan hukum pidana jika efek sampingnya lebih besar
6. Jangan menggunakan hukum pidana jika tidak mendapat dukungan masyarakat luas,
7. Jangan menggunakan hukum pidana apabila hukum tersebutdiperkirakan tidak bisa berlaku secara efektif,
 8. Hukum pidana harus bisa menjaga kepentingan negara, individu dan
masyarakat,
9. Dan harus selaras dengan pencegahan yang sifatnya non-penal.Kebijakan kriminal CC terdapat dalam berbagai instrumen hukum internasional, diantaranya adalah Konvensi tentang Kejahatan cyber
(Convention on Cyber Crime) 2001 yang digagas oleh Uni Eropa. Konvensi ini meskipun pada awalnya dibuat oleh organisasi Regional Eropa, tetapi dalam perkembangannya dimungkinkan untuk diratifikasi dan
 diakses oleh negara manapun di dunia yang memiliki komitmen dalam
upaya mengatasi kejahatan Cyber. Negara-negara yang tergabung dalam Uni Eropa pada tanggal 23
November 2001 di kota Budapest, Hongaria telah membuat dan menyepakati Convention on Cybercrime  yang kemudian dimasukkan dalam European Treaty Series dengan Nomor 185. Konvensi ini akan
berlaku secara efektif setelah diratifikasi oleh minimal 5 (lima) negara,termasuk paling tidak ratifikasi yang dilakukan oleh 3 (tiga) negara anggota Council of Europe.. Substansi Convention on Cybercrime mencakup area yang cukup luas, bahkan mengandung kebijakan kriminal (criminal policy) yang
bertujuan untuk melindungi masyarakat dari CC, baik melalui undangundang maupun kerjasama internasional. Tindakan ini dilakukan denganpenuh kesadaran sehubungan dengan semakin meningkatnya intensitas digitalisasi, konvergensi, dan globalisasi yang berkelanjutan dari teknologi
informasi, yang menurut pengalaman dapat juga digunakan untuk
melakukan tindak pidana.
Sampai saat ini terdapat tiga rancangan undang-undang
yang nantinya dapat dijadikan landasan hukum untuk menghukum
para pelaku tindak pidana mayantara jika sudah disahkan menjadi
undang-undang. Konsep KUHP merumuskan dalam ketentuan
umum berupa pengertian-pengertian yang dapat diterapkan untuk
seluruh pasal dalam Buku II Konsep KUHP.
Buku II Konsep KUHP tahun 2005 juga merumuskan delik
atau menambah delik baru yang berkaitan dengan kemajuan
teknologi, dengan harapan dapat juga menjaring kasus-kasus tindak
pidana mayantara. Seperti menyadap pembicaraan di ruangan
tertutup dengan alat bantu teknis (Pasal 300); 47 memasang alat
bantu teknis untuk tujuan mendengar/merakam pembicaraan (Pasal
301); 48 merekam gambar dengan alat bantu teknis di ruangan tidak
untuk umum (Pasal 303), 49 Merusak/membuat tidak dapat dipakai
47 KUHP Konsep 2005 Pasal 300 berbunyi “Setiap orang yang secara melawan hukum dengan alat bantu teknis
mendengar pembicaraan yang berlangsung di dalam atau di luar rumah, ruangan atau halaman tertutup, atau yang
berlangsung melalui telepon padahal bukan menjadi peserta pembicaraan tersebut, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori II.”
48 KUHP Konsep 2005 Pasal 301 berbunyi “Setiap orang yang secara melawan hukum memiliki barang yang diketahui
atau patut diduga memuat hasil pembicaraan yang diperoleh dengan mendengar atau merekam, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori II”.
49 Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori II, setiap orang
yang :
a. mempergunakan kesempatan yang diperoleh dengan tipu muslihat, merekam gambar dengan mempergunakan
alat bantu teknis seorang atau lebih yang berada di dalam suatu rumah atau ruangan yang tidak terbuka untuk
umum sehingga merugikan kepentingan hukum orang tersebut;
lv
bangunan untuk sarana/prasarana pelayanan umum (a.l. bangunan
telekomunikasi/komunikasi lewat satelit/komuikasi jara jauh) (Pasal
304 ayat 1). 50
Rancangan Undang-Undang Pemanfaatan Teknologi
Informasi (RUU PTI) walaupun masih umum seperi masalah
pornografi, craker serta carder (pencuri kartu kredit melalui internet).
RUU PTI bersifat horisontal yang mengatur secara umum masalah
mayantara sedangkan RUU IETE bersifat vertikal dan sektoral
terkait dengan perdagangan melalui internet. 51

Sabtu, 05 Mei 2012

Undang-Undang Cyber Crime

  1. Penggunaan dan Perusakan Informasi Elektronik dan Domain
    Pasal 373
    Dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV, setiap orang yang menggunakan dan/atau mengakses komputer dan/atau sistem elektronik dengan cara apapun tanpa hak, dengan maksud untuk memperoleh, mengubah, merusak, atau menghilangkan informasi dalam komputer dan/atau sistem elektronik.
    Pasal 374
    Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori II penyelenggara agen elektronik yang tidak menyediakan fitur pada agen elektronik yang dioperasikannya yang memungkinkan penggunaannya melakukan perubahan informasi yang masih dalam proses transaksi.
    Pasal 375
    1. Dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV setiap orang yang memiliki dan menggunakan nama domain berdasarkan itikad tidak baik melanggar persaingan usaha tidak sehat dan melanggar hak orang lain.
    2. Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dituntut atas pengaduan dari orang yang terkena tindak pidana.
  2. Tanpa Hak Mengakses Komputer dan Sistem Elektronik
    Pasal 376
    Dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV setiap orang yang:
    • menggunakan, mengakses komputer, dan/atau sistem elektronik dengan cara apapun tanpa hak, dengan maksud memperoleh, mengubah, merusak, atau menghilangkan informasi pertahanan nasional atau hubungan internasional yang dapat meyebabkan gangguan atau bahaya terhadap negara dan/atau hubungan dengan subjek hukum internasional;
    • melakukan tindakan yang secara tanpa hak yang menyebabkan transmisi dari program, informasi, kode atau perintah komputer dan/atau sistem elektronik yang dilindungi negara menjadi rusak;
    • menggunakan dan/atau mengakses komputer dan/atau sistem elektronik secara tanpa hak atau melampaui wewenangnya, baik dari dalam maupun luar negeri untuk memperoleh informasi dari komputer dan/atau sistem elektronik yang dilindungi oleh negara;
    • menggunakan dan/atau mengakses komputer dan/atau sistem elektronik milik pemerintah yang dilindungi secara tanpa hak;
    • menggunakan dan/atau mengakses tanpa hak atau melampaui wewenangnya, komputer dan/atau sistem elektronik yang dilindungi oleh negara, yang mengakibatkan komputer dan/atau sistem elektronik tersebut menjadi rusak;
    • menggunakan dan/atau mengakses tanpa hak atau melampaui wewenangnya, komputer dan/atau sistem elektronik yang dilindungi oleh masyarakat, yang mengakibatkan komputer dan/atau sistem elektronik tersebut menjadi rusak;
    • mempengaruhi atau mengakibatkan terganggunya komputer dan/atau sistem elektronik yang digunakan oleh pemerintah;
    • menyebarkan, memperdagangkan, dan/atau memanfaatkan kode akses (password) atau informasi yang serupa dengan hal tersebut, yang dapat digunakan menerobos komputer dan/atau sistem elektronik dengan tujuan menyalahgunakan komputer dan/atau sistem elektronik yang digunakan atau dilindungi oleh pemerintah;
    • melakukan perbuatan dalam rangka hubungan internasional dengan maksud merusak komputer atau sistem elektronik lainnya yang dilindungi negara dan berada di wilayah yurisdiksi Indonesia dan ditujukan kepada siapa pun; atau
    • melakukan perbuatan dalam rangka hubungan internasional dengan maksud merusak komputer atau sistem elektronik lainnya yang dilindungi negara dan berada di wilayah yurisdiksi Indonesia dan ditujukan kepada siapa pun.
    Pasal 377
    Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun atau pidana denda paling sedikit Kategori IV dan paling banyak Kategori VI, setiap orang yang menggunakan dan/atau mengakses komputer dan/atau sistem elektronik dengan cara apapun tanpa hak, dengan maksud memperoleh, mengubah, merusak, atau menghilangkan informasi milik pemerintah yang karena statusnya harus dirahasiakan atau dilindungi.
    Pasal 378
    Dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori VI, setiap orang yang:
    • menggunakan dan/atau mengakses komputer dan/atau sistem elektronik secara tanpa hak atau melampaui wewenangnya dengan maksud memperoleh keuntungan atau memperoleh informasi keuangan dari Bank Sentral, lembaga perbankan atau lembaga keuangan, penerbit kartu kredit, atau kartu pembayaran atau yang mengandung data laporan nasabahnya;
    • menggunakan data atau mengakses dengan cara apapun kartu kredit atau kartu pembayaran milik orang lain secara tanpa hak dalam transaksi elektronik untuk memperoleh keuntungan;
    • menggunakan dan/atau mengakses komputer dan/atau sistem elektronik Bank Sentral, lembaga perbankan dan/atau lembaga keuangan yang dilindungi secara tanpa hak atau melampaui wewenangnya, dengan maksud menyalahgunakan, dan/atau untuk mendapatkan keuntungan daripadanya; atau
    • menyebarkan, memperdagangkan, dan/atau memanfaatkan kode akses atau informasi yang serupa dengan hal tersebut yang dapat digunakan menerebos komputer dan/atau sistem elektronik dengan tujuan menyalahgunakan yang akibatnya dapat mempengaruhi sistem elektronik Bank Sentral, lembaga perbankan dan/atau lembaga keuangan, serta perniagaan di dalam dan luar negeri.
  3. Pornografi Anak Melalui Komputer
    Pasal 379
    Dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun atau pidana denda Kategori IV setiap orang yang tanpa hak melakukan tindak pidana yang berkaitan dengan pornografi anak berupa:
    1. memproduksi pornografi anak dengan tujuan untuk didistribusikan melalui sistem komputer;
    2. menyediakan pornografi anak melalui suatu sistem komputer;
    3. mendistribusikan atau mengirimkan pornografi anak melalui sistem komputer;
    4. membeli pornografi anak melalui suatu sistem komputer untuk diri sendiri atau orang lain; atau
    5. memiliki pornografi anak di dalam suatu sistem komputer atau dalam suatu media penyimpanan data komputer.
Disamping itu Buku Kesatu, Ketentuan Umum RUU KUHPidana, mendefinisikan kata ”masuk”, yaitu: masuk adalah termasuk mengakses komputer atau masuk ke dalam sistem komputer. (Pasal 186)
Sedangkan yang dimaksud dengan sistem komputer adalah suatu alat atau perlengkapan atau suatu perangkat perlengkapan yang saling berhubungan atau terkait satu sama lain, satu atau lebih yang mengikuti suatu program, melakukan prosesing data secara atomatik (Pasal 206).

PENDAHULUAN

Teknologi informasi dan komunikasi terus berkembang seiring dengan perkembangan pola berfikir umat manusia sebagai mahluk sosial yang mempunyai naluri ingin tahu, ingin mengenal, ataupun berkomunikasi. Inovasi dibidang teknologi informasi dan komunikasi telah berhasil menemukan dan menciptakan antara lain telepon, handpone, komputer dan internet. Perkembangan dan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi seperti internet, maka manusia dapat mengetahui apa yang terjadi didunia ini dalam hitungan detik, dapat berkomunikasi dan mengenal orang dari segala penjuru dunia tanpa harus berjalan jauh dan bertatap muka secara langsung. Inilah yang dikenal orang dengan sebutan dunia maya atau Cyber Space. Perkembangan teknologi informasi ini banyak manfaat yang positif dalam memudahkan umat manusia untuk melakukan kegiatan-kegiatan melalui dunia cyber, seperti: e-travel yang berhubungan dengan pariwisata, e-banking yang berhubungan dengan perbankan electronic mail atau e-mail, e-commerce yang berhubungan dengan perdagangan.
Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi disamping memberi manfaat bagi kemaslahatan masyarakat, disisi lain memiliki peluang untuk digunakan sebagai alat untuk melakukan kejahatan. Kejahatan yang dilakukan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi dapat terjadi pada kejahatan biasa maupun yang secara khusus menargetkan kepada sesama infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi sebagai korbannya, dimana dampak dari kejahatan yang muncul dari penggunaan teknologi informasi dan komunikasi secara negatif dapat menyebabkan runtuhnya sistem tatanan sosial, lumpuhnya perekonomian nasional suatu negara, lemahnya sistem pertahanan dan keamanan serta juga dapat memiliki peluang untuk digunakan sebagai alat teror.
Dampak negatif pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi tersebut sesungguhnya dewasa ini dan pada masa mendatang patut mendapat perhatian kita dengan seksama, khususnya dengan mencermati kejahatan dunia maya baik kejahatan yang bersifat konvensional yang difasilitasi oleh teknologi canggih maupun muncul dan berkembangnya kejahatan baru (new crime) dengan teknologi canggih tersebut. Sektor perbankan yang dewasa ini mengembangkan electronic banking transaction pada hakekatnya merupakan mekanisme transaksi jarak jauh dilakukan tanpa saling bertemu secara fisik antara konsumen (nasabah) dengan penyedia jasa bank. electronic banking transaction digunakan untuk memberikan kemudahan, fleksibilitas, efisiensi dan kesederhanaan pelayanannya. Pada sisi lain. Electronic banking transaction tidak dapat dihindari akan munculnya kejahatan baru (new crime) yang dilakukan oleh individu atau kelompok orang dengan membawa akibat kerugian yang tidak kecil bagi masyarakat dan bahkan negara, misalnya pembobolan keuangan diperbankan yang menimbulkan kerugian bagi nasabah dan pencurian bahan informasi milik nasabah. Internet merupakan sarana yang dipergunakan pelaku-pelaku tersebut.